Wednesday, May 10, 2006

Syarat-Syarat Kemenangan Dalam Da’wah

Allah swt berfirman:
"Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana." (QS Al Isra’: 5)

Saat kita mengikuti berbagai berita, melalui surat kabar dan televisi. Baik berita internasional, regional, maupun lokal. Banyak hal bisa kita ikuti, kita baca, kita dengar dan kita lihat. Namun, bagi kita para da’i, para penda’wah, kader dan simpatisan da’wah, berbagai hal yang kita ikuti, kita baca, kita dengar dan kita lihat itu harus membawa pengaruh kepada da’wah kita. Baik dari sisi pemahaman, keikhlasan, ketaatan, maupun rukun-rukun bai’at lainnya. Jika tidak, maka segala yang kita lakukan itu hanyalah merupakan tamattu’ dzihni (kenikmatan akal pikiran) semata. Padahal kita semua telah mengikrarkan diri untuk melakukan ad-da’wah ilaLlah (berda’wah di jalan Allah swt). Ikrar yang kita lanjutkan dengan syi’ar: “La nahya illa bidda’wati wala tahya ad-da’watu illa bina” (kami tidak bisa hidup tanpa berda’wah dan da’wah tidak akan hidup tanpa kita).

Dari sekian banyak perkembangan dan berita yang terjadi di sekeliling kita, ada satu hal yang patut menjadi renungan bersama kita. Namun tidak boleh berhenti sebatas renungan. Melainkan harus kita tindaklanjuti dalam bentuk peran serta aktif, amal-amal yang produktif, kontinyu (berkelanjutan) dan berkesinambungan.
Di antara berita-berita yang kita ikuti itu adalah: penjajahan Amerika atas Afghanistan, lalu disusul oleh penjajahan Amerika atas Iraq. Dahsyatnya lagi, penjajahan itu mendapatkan pengesahan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dengan score 14 setuju dan 1 tidak hadir. Perjuangan bangsa Palestina atas penjajahan Israel belum juga mendapatkan kemenangannya. Sehingga, ada sebagian umat, bahkan sebagian kader da’wah yang bertanya-tanya: “Mengapa kita belum mendapatkan kemenangan?”

Terhadap pertanyaan seperti ini, kita perlu memahaminya dalam dua tahap:

Pertama: Tabi’at da’wah atau sunnatud-da’wah memang dikehendaki Allah swt untuk berjalan demikian. Allah swt telah menetapkan bahwa da’wah tidak serta merta mendapatkan kemenangannya tanpa melalui proses pengujian terhadap para kader dan pendukungnya. Ketetapan ini berlaku semenjak nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam (sebagai nabi yang Allah swt utus setelah adanya kemusyrikan), sampai kepada nabi akhir zaman, nabi kita Muhammad saw. Dan akan terus berjalan sampai hari kiamat nanti, tanpa ada perubahan dan pergantian. Kita bisa mengingat kembali firman Allah sebagai berikut ini:
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Al Baqarah: 214)
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (QS Ali Imran: 142)
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS At-Taubah: 16)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menjelaskan demikian.

Kedua: Kemenangan hakiki itu ada syarat-syaratnya. Jika kita telah memenuhi syarat-syarat itu, niscaya Allah swt akan berikan kemenangan itu kepada kita. Namun, jika syarat-syarat itu belum kita penuhi, atau dengan kata lain, belum ada pada kita, maka tentu saja Allah swt tidak akan berikan kemenangan hakiki itu kepada kita.
Syarat-syarat kemenangan –sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Isra: 5 di atas antara lain:
1. Al ‘Ubudiyyah al kamilah (penghambaan yang sempurna) kepada Allah swt, al ‘ubudiyyah yang mengembalikan umat untuk berorientasi ke masjid (khususnya al masjid Al Aqsha –kiblat pertama kaum muslimin).
2. Al Qudrah ‘ala ba’sin syadid (kemampuan untuk memiliki, menguasai dan mempergunakan daya kekuatan yang besar)

Bila QS Al Isra ayat 5 di atas kita renungkan secara mendalam, kita akan mendapatkan:
a. Ayat lima di atas diawali dengan maqam (kedudukan) tertinggi Rasulullah saw, yaitu maqam ‘ubudiyah (kedudukan sebagai hamba Allah swt) sebagaimana tersebut pada ayat pertama surat Al Isra.
b. Bagian awal dari surat Al Isra’ juga mengisahkan nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam dan bahwasanya dia adalah seorang abdan syakuuran (hamba Allah swt yang banyak bersyukur).
c. Bagian awal dari surat ini juga mengisahkan tentang nabiyullah Musa ‘alahis-salam yang menerima al kitab dari Allah swt sebagai hudan (petunjuk) bagi Bani Israil. Dan bahwasanya mereka disyaratkan untuk tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu apapun.
d. Al ‘Ubudiyah semata tidaklah cukup untuk menghancurkan hegemoni Yahudi yang merusak bumi dan sombong (QS Al Isra: 4). Namun, al ‘ubudiyyah itu harus diikuti dengan persiapan, pengadaan dan penguasaan sumber-sumber ba’sin syadid (kekuatan besar yang dahsyat)
e. QS Al Isra’ ini juga menjelaskan bahwa pasukan yang mampu mengakhiri hegemoni Yahudi yang selalu berbuat kerusakan dan congkak di muka bumi itu adalah pasukan yang berorientasi kepada masjid (QS Al Isra : 7)

Setelah kita mengetahui dua persyaratan besar dan utama bagi kemenangan ini, marilah kita melakukan introspeksi terhadap diri kita. Sudahkah kita memenuhi persyaratan kemenangan ini? Jika jawaban kita belum, dalam arti: kita belum menjadi hamba Allah swt yang sempurna, mungkin dalam diri kita masih ada penghambaan kepada harta, wanita, tahta dan semacamnya. Atau mungkin kita sudah menjadi hamba Allah swt yang sempurna, namun, sudahkah kita memenuhi kualifikasi uli ba’sin syadid (pemilik kekuatan besar yang dahsyat)? Bila jawaban kita adalah belum, maka tahulah kita, mengapa kita dan da’wah kita belum mendapatkan kemenangan. Dan ini berarti penegasan kepada kita untuk terlebih dahulu memenuhi QS Al Anfal: 60 yang memerintahkan kita untuk mempersiapkan kekuatan dengan baik, agar musuh-musuh Allah swt menjadi gentar atas kesiapan kita itu.
Wallahu a’lam.
lengkapnya

0 Comments:

Post a Comment

<< Home