Thursday, May 11, 2006

Peran Keteladanan Akhwat Dalam Dakwah

Dakwah seorang da’iyah akan menjadi lebih ringan diterima masyarakat ketika ia dapat membuktikan dirinya sebagai sosok aplikatif dari nilai-nilai Islam. Karena dia dapat menunjukkan sikap-sikap keteladanan yang lebih mudah untuk difahami, diterima, dan diikuti oleh masyarakat. Oleh karena itu syiar bagi da’iyah adalah “Ashlih nafsaki wad’u ghairaki” (perbaikilah dirimu dan serulah selainmu). Syiar ini menunjukkan bahwa hendaknya seorang da’iyah sebelum menyeru kepada orang lain ia sendiri sudah berusaha mengamalkannya. Sehingga seruannya tidak akan diremehkan dan di samping itu ia pun akan dapat memperkaya dan memperkuat seruannya dengan pengalaman dalam mengaplikasikannya.
Ingatlah bahwa da’iyah bukan hanya sekadar juru penerang, penyeru, dan pembawa hidayah tetapi juga sebagai dalil bagi masyarakat dalam berperilaku. Dengan kata lain perilaku da’iyah akan dijadikan sebagai sebuah alasan dan dalil bagi masyarakat dalam mengikutinya. Oleh karena itu da’iyah harus bisa menjadikan dirinya sebagai cermin dan contoh yang baik bagi masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya yang beriman.”
Itulah sebabnya perilaku baik ataupun buruk dari seorang da’iyah akan menjadi cermin yang memantul pada perilaku masyarakat. Wajarlah jika Fudhail Bin ‘Iyadh mengatakan "?Tegakkanlah daulah (Islam) di hatimu niscaya ia akan tegak di atas bumimu."
Rasulullah SAW sebagai figur sentral dalam dakwah sejak sebelum masa kerasulannya sudah dipersiapkan menjadi teladan terbaik di tengah-tengah manusia. Sehingga ketika beliau berdakwah sudah memiliki pribadi yang sempurna. Pribadi yang sangat patut dijadikan sebagai contoh terbaik bagi seluruh umat manusia. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS.33:21)
Rasulullah SAW telah mempersiapkan para sahabatnya agar memiliki pribadi teladan yakni Al Syakhshiyah Al Qudwah. Dan seharusnya pribadi tersebut dimiliki oleh setiap da’iyah sebelum melakukan seruan dakwahnya. Pribadi ini mencakup antara “Hablum Minallah dan Hablum Minannas”.
Dalam Hadits riwayat Abdu Na’im dan Baihaki disebutkan bahwa Rasulullah SAW berpesan kepada Muaz Bin Jabal, “Hai Muadz, aku pesankan kepadamu agar bertaqwa kepada Allah, berkata jujur, memenuhi janji, menunaikan amanah, tidak khianat, menjaga hak tetangga, menyayangi anak yatim, berkata lembut, menjaga perdamaian, berbuat kebaikan, menjaga komitmen iman, memahami isi Al Qur’an, mencintai akhirat ………….”
Pribadi da’iyah yang mencerminkan pesan-pesan Rasulullah di atas akan memberikan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di sekitarnya. Maka da’iyah yang benar adalah da’iyah yang telah memulai menerapkan nilai-nilai Islam pada dirinya sebelum ia menyerukan nilai itu kepada orang lain.
Sebagai akhwat diberikan anugerah oleh Allah berupa kelembutan dan kasih sayang yang lebih besar daripada yang diberikan kepada ikhwan. Anugerah ini merupakan modal dan potensi yang menguntungkan dalam merekrut masyarakat ke dalam lingkaran dakwah kita.
Merekrut masyarakat harus dilandasi oleh kelembutan dan kasih sayang yang besar. Sehingga kita memiliki kepedulian terhadap permasalahan mereka, baik permasalahan moral maupun materi.
Dengan kepeduliannya kepada masyarakat dai’yah rela mengorbankan jiwa dan hartanya untuk menyelesaikan problematika hidup masyarakat yang ada di lingkungannya. Pengorbanan jiwa bisa dilakukan dengan berlapang dada, mengalah, memaafkan kesalahan, menghormati, menghargai tetangga dan masyarakat di lingkungannya. Allah berfirman, “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu ……” (QS.3:159)
Sedangkan pengorbanan materi bisa berupa aksi-aksi sosial seperti memberi hadiah, bakti sosial, khitanan massal, santunan anak yatim, pengobatan gratis, pembagian sembako, santunan untuk fakir miskin dan janda, menggalang gerakan orang tua asuh untuk anak-anak fakir miskin dan lain-lain.
Untuk melakukan aksi-aksi sosial ini para da’iyah hendaknya pandai membina dan menjalin hubungan dengan para donatur, kerja sama dengan para sponsor, serta pandai menghimpun dan memberdayakan potensi masyarakat.
Dalam kondisi krisis ekonomi ini, masyarakat sangat membutuhkan kepedulian da’iyah untuk menyelesaikan persoalan kebutuhan ekonomi mereka. Maka keteladanan akhwat da’iyah dalam merekrut masyarakat sebagai massa dakwah semakin sempurna ketika sudah dapat memadukan keberadaan kepribadian “Al Syakhshiyah Al Qudwah” yang meliputi hablum minallah dan hablum minannas. Dengan keteladanan yang sempurna tersebut akan menjadi orang yang paling dicintai Allah sebab Rasulullah bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain”.
Semoga dengan keteladanan yang sempurna ini, Allah senantiasa memberikan kemudahan,keberkahan, hidayah, keridhaan dan kesuksesan kepada da’iyah seluruhnya. Amin.
Wallahu a’lam.
lengkapnya

0 Comments:

Post a Comment

<< Home