Tuesday, May 02, 2006

Membiayai Dakwah Dengan Harta Kita

Waktu Dan Kekayaan Adalah Harta Kita
Allah SWT adalah Pemberi Rizki kepada setiap makhluk-Nya yang hidup di dunia ini. Setiap makhluk hidup telah dijamin oleh Allah rizkinya. Allah berfirman:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
Namun demikian, Allah tidaklah memberikan rezki tersebut pada tingkatan yang instan tanpa ada usaha dari manusia. Manusia tetap dituntut untuk terus berusaha mencari rizki yang sudah diperuntukkan Allah bagi dirinya. Di sinilah manusia dituntut untuk bekerja keras, berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan rizki itu.
Banyak orang terkecoh bahwa yang merupakan rizki itu hanyalah yang bersifat materi belaka. Tidak dipungkiri, memang kekayaan adalah rizki tetapi bukanlah satu-satunya rizki. Ilmu juga merupakan rizki. Bahkan waktu yang kita miliki ini pun merupakan rizki, karena merupakan kesempatan bagi kita untuk meraih dan menginvestasikan kebaikan. Waktu itu dalam pandangan Imam Hasan Al-Bashri merupakan kehidupan itu sendiri.
Pantaslah dalam doa seringkali dimunajatkan, “warzuqnaa tilaawatahuu aanaa allaili wa athraafan nahaar” (Ya Allah, berilah kesempatan kepada kami untuk membacanya (Al-Qur’an) di waktu malam yang kelam maupun di waktu siang yang terang benderang).
Oleh karena itu, sebenarnya kita semua memiliki kekayaan, mungkin secara fisik (kekayaan yang Allah amanahkan kepada kita); mungkin juga non fisik (berupa waktu luang yang Allah berikan kepada kita). Inilah harta kita yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Harta Yang Kita Miliki Bukan Seutuhnya Milik Kita
Allah SWT adalah Dzat yang memberikan jaminan rizki kepada kita, ini menunjukkan bahwasanya Allah pun berhak mengatur peruntukan rizki yang ada pada kita.
Manusia yang tidak menyadari akan hal ini menganggap bahwasanya rizki itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri tanpa ada campur tangan Allah SWT. Perilaku ini digambarkan oleh Allah SWT ketika menceritakan tentang kepicikan Karun. Allah berfirman:
Karun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. Al-Qashash: 78)
Tuntutan yang dikehendaki Allah terkait dengan harta kita adalah dalam bentuk Infaq di jalan Allah SWT untuk menegakkan agama-Nya di muka bumi ini.

Membiayai Da’wah Dengan Harta Kita Adalah Jihad Besar
Di antara seruan Allah SWT dalam memobilisasi kaum Muslimin untuk berjihad di jalan-Nya adalah dalam Surat At-Taubah ayat 41:
"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Infaq di jalan Allah menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan dalam jihad fii sabilillah, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Dalam ayat tersebut secara gamblang disebutkan bahwa berjihadlah dengan harta dan jiwamu.
Para shahabat radhiyallahu ‘anhum berlomba-lomba menginfakkan harta mereka setiap kali seruan infaq datang kepada mereka. Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya kepada Rasulullah, Umar menginfaqkan separuh hartanya kepada Rasulullah, Utsman bin Affan pernah menginfakkan seribu ekor unta berikut isinya. Pantaslah para muassis dakwah pada zaman sekarang ini pun mengandalkan penggalangan dana dari infaq para pendukungnya dengan slogan shunduuqunaa juyuubuna. Tidak mengandalkan kepada uluran tangan dan belas kasihan orang lain. Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah menolak pemberian dari kerajaan Inggris untuk aktivitas dakwah beliau.
Mengapa kita diharuskan berjihad dengan harta kita? Hal itu disebabkan karena kebatilan pun untuk bisa eksis, didukung oleh para pendukung kebatilan (orang-orang kafir) yang berani mengeluarkan biaya besar. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,” (QS. Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu, pelalaian akan infaq di jalan Allah ini akan menyebabkan surutnya kembali cahaya Islam dan tertutupinya kebenaran Islam. Tertutup oleh kegelapan kebatilan dan kezhaliman yang mengobral harta mereka untuk melawan kebenaran.
Perhatikanlah dalam penggalan sejarah ketika para sahabat berkeinginan meminta dispensasi kepada Rasulullah untuk tidak lagi berinfaq dan meninggalkan dakwah yang telah maju di Madinah untuk sekadar memetik keuntungan duniawi. Permintaan dispensasi tersebut dijawab oleh Allah dengan sebuah penegasan untuk berinfaq di jalan Allah SWT.
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Semoga Allah SWT senantiasa melapangkan rizki kepada kita dan memberikan kekuatan kepada kita untuk berinfaq di jalan Allah SWT dalam menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Amin.
lengkapnya

0 Comments:

Post a Comment

<< Home